MERAMU PUPUK MAJEMUK NPK SENDIRI
oleh: Bernard T.F Pangaribuan*)
Menyiasati mahalnya harga pupuk kimia (anorganik) akhir-akhir ini, mendorong para pelaku usaha di bidang pertanian dan perkebunan memutar otak untuk mencari alternatif lain guna menekan biaya produksi yang semakin tak terjangkau apalagi bagi para pelaku tradisional yang hanya mengandalkan pembiayaan secara konvensional.
Beragam alternatif pupuk-pupuk organik ditawarkan ke pasar seperti kompos dan berbagai macam pupuk organik cair lainnya. Pada dasarnya pemanfaatan pupuk organik dalam jangka panjang akan sangat menguntungkan karena selain terhindar dari ancaman kontaminasi zat kimia, kegemburan dan kesuburan tanahpun dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama. Namun disisi lain, pengaplikasian pupuk organik tidak secepat pupuk anorganik dalam memberikan hasil. Bagi pelaku usaha yang ingin memperoleh hasil yang lebih cepat dan banyak pastilah lebih memilih pupuk kimia daripada pupuk organik. Namun pemakain pupuk anorganik secara berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan pengerasan tanah dan membuat tanah menjadi kurus dan bahkan pada akhirnya dapat menyebabkan keracunan pada tanah. Akibatnya jumlah mikroorganisme yang berperan penting sebagai pengurai dalam tanah akan berkurang secara signifikan.
Permasalahan lain adalah sulitnya merubah persepsi bahwa pemakaian pupuk organik sebenarnya jauh lebih baik dan lestari daripada pemakaian pupuk anorganik. Alih-alih pindah ke pupuk organik, pengaplikasian pupuk kimia secara berimbang merupakan alternatif yang saat ini bisa diterima karena selain menjaga kondisi tanah agar dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama juga menghindarkan pelaku usaha dari kerugian akibat salah (mubazir) dalam pemberian pupuk pada tanamannya.
Mahalnya harga pupuk majemuk yaitu jenis pupuk yang berasal dari beberapa macam pupuk tunggal dapat disiasati dengan cara meramu sendiri pupuk tunggal (urea, phospate, kalium) menjadi pupuk majemuk, NPK. Berbagi jenis pupuk NPK yang ditawarkan ke pasar memiliki komposisi yang berbeda beda. Komposisi NPK yang berbeda-beda ini juga menunjukkan bahwa pengaplikasiannya pada tanamanpun berbeda-beda, tergantung pada jenis, umur tanamannya. Secara umum, komposisi NPK yng didominasi oleh urea/ZA (cth. NPK 20:10:5) secara logika dibutuhkan oleh tanaman yang masih dalam tahap pertumbuhan daun dan batang dan sebaliknya NPK berkomposisi 10:15:30 diterapkan pada tanaman yang akan/sudah berbuah.
Namun apapun komposisinya, jenis-jenis NPK ini dapat kita ramu sendiri terlebih-lebih lagi apabila kita membutuhkan komposisi NPK yang tidak ada ditemukan/dijual di pasaran. Pada dasarnya terlebih dahulu kita harus mengerti prosentasi unsur N (nitrogen) dalam pupuk tunggal urea (N 2OH) atau (ZA, Ammonium Sulphate), prosentasi unsur P (phospate) dalam (SP36, Super Phospate atau TSP, Triple Super Phospate) dan prosentasi unsur K (kalium) dalam senyawa KCl/MOP.
Sebagai acuan yang diperoleh dari beberapa sumber disebutkan bahwa prosentasi unsur N (dalam urea adalah 46%, dan 21% dalam ZA), prosentasi unsur P (dalam SP36 adalah 32% dan dalam TSP sebesar 45%), sedangkan prosentasi unsur K adalah sebesar 60% dalam senyawa KCl/MOP, Muriate of Potash).
Dengan mengetahui prosentasi unsur-unsur N, P2O5 dan K2O dalam masing masing pupuk tunggal Urea/ZA, SP36/TSP dan KCl/MOP maka kita dapat meramu NPK sendiri.
Contohnya, 10 kg pupuk majemuk NPK 10 : 15 : 20 dibuat dari : 10% N x 10 kg = 1,0 kg ; 15% P2O5 x 10 kg = 1,5 kg P2O5 ; dan 20%K2O x 10 kg = 2,0 kg K2O. Dengan demikian dari Urea, SP36 dan KCl yang tersedia kita harus mendapatkan 1,0 Kg N ; 1,5 kg P2O5 ; dan 2,5 kg K2O. Berapa jumlah pupuk-pupuk tersebut yang kita pakai? Nah, untuk mendapatkan unsur N, P2O5 dan K2O dalam masing-masing senyawa pupuk berturut-turut adalah: 100/46 x 1,0 Kg N= 2,17kg Urea (atau 4,76 kg ZA), 100/32 x 1,5 kg P2O5 = 4,69kg SP36 (atau 3,33 kg TSP), dan 100/60 x 2,0 kg K2O = 3,33 kg KCl/MOP. Selamat mencoba!
*) Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan P. Siantar
oleh: Bernard T.F Pangaribuan*)
Menyiasati mahalnya harga pupuk kimia (anorganik) akhir-akhir ini, mendorong para pelaku usaha di bidang pertanian dan perkebunan memutar otak untuk mencari alternatif lain guna menekan biaya produksi yang semakin tak terjangkau apalagi bagi para pelaku tradisional yang hanya mengandalkan pembiayaan secara konvensional.
Beragam alternatif pupuk-pupuk organik ditawarkan ke pasar seperti kompos dan berbagai macam pupuk organik cair lainnya. Pada dasarnya pemanfaatan pupuk organik dalam jangka panjang akan sangat menguntungkan karena selain terhindar dari ancaman kontaminasi zat kimia, kegemburan dan kesuburan tanahpun dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama. Namun disisi lain, pengaplikasian pupuk organik tidak secepat pupuk anorganik dalam memberikan hasil. Bagi pelaku usaha yang ingin memperoleh hasil yang lebih cepat dan banyak pastilah lebih memilih pupuk kimia daripada pupuk organik. Namun pemakain pupuk anorganik secara berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan pengerasan tanah dan membuat tanah menjadi kurus dan bahkan pada akhirnya dapat menyebabkan keracunan pada tanah. Akibatnya jumlah mikroorganisme yang berperan penting sebagai pengurai dalam tanah akan berkurang secara signifikan.
Permasalahan lain adalah sulitnya merubah persepsi bahwa pemakaian pupuk organik sebenarnya jauh lebih baik dan lestari daripada pemakaian pupuk anorganik. Alih-alih pindah ke pupuk organik, pengaplikasian pupuk kimia secara berimbang merupakan alternatif yang saat ini bisa diterima karena selain menjaga kondisi tanah agar dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama juga menghindarkan pelaku usaha dari kerugian akibat salah (mubazir) dalam pemberian pupuk pada tanamannya.
Mahalnya harga pupuk majemuk yaitu jenis pupuk yang berasal dari beberapa macam pupuk tunggal dapat disiasati dengan cara meramu sendiri pupuk tunggal (urea, phospate, kalium) menjadi pupuk majemuk, NPK. Berbagi jenis pupuk NPK yang ditawarkan ke pasar memiliki komposisi yang berbeda beda. Komposisi NPK yang berbeda-beda ini juga menunjukkan bahwa pengaplikasiannya pada tanamanpun berbeda-beda, tergantung pada jenis, umur tanamannya. Secara umum, komposisi NPK yng didominasi oleh urea/ZA (cth. NPK 20:10:5) secara logika dibutuhkan oleh tanaman yang masih dalam tahap pertumbuhan daun dan batang dan sebaliknya NPK berkomposisi 10:15:30 diterapkan pada tanaman yang akan/sudah berbuah.
Namun apapun komposisinya, jenis-jenis NPK ini dapat kita ramu sendiri terlebih-lebih lagi apabila kita membutuhkan komposisi NPK yang tidak ada ditemukan/dijual di pasaran. Pada dasarnya terlebih dahulu kita harus mengerti prosentasi unsur N (nitrogen) dalam pupuk tunggal urea (N 2OH) atau (ZA, Ammonium Sulphate), prosentasi unsur P (phospate) dalam (SP36, Super Phospate atau TSP, Triple Super Phospate) dan prosentasi unsur K (kalium) dalam senyawa KCl/MOP.
Sebagai acuan yang diperoleh dari beberapa sumber disebutkan bahwa prosentasi unsur N (dalam urea adalah 46%, dan 21% dalam ZA), prosentasi unsur P (dalam SP36 adalah 32% dan dalam TSP sebesar 45%), sedangkan prosentasi unsur K adalah sebesar 60% dalam senyawa KCl/MOP, Muriate of Potash).
Dengan mengetahui prosentasi unsur-unsur N, P2O5 dan K2O dalam masing masing pupuk tunggal Urea/ZA, SP36/TSP dan KCl/MOP maka kita dapat meramu NPK sendiri.
Contohnya, 10 kg pupuk majemuk NPK 10 : 15 : 20 dibuat dari : 10% N x 10 kg = 1,0 kg ; 15% P2O5 x 10 kg = 1,5 kg P2O5 ; dan 20%K2O x 10 kg = 2,0 kg K2O. Dengan demikian dari Urea, SP36 dan KCl yang tersedia kita harus mendapatkan 1,0 Kg N ; 1,5 kg P2O5 ; dan 2,5 kg K2O. Berapa jumlah pupuk-pupuk tersebut yang kita pakai? Nah, untuk mendapatkan unsur N, P2O5 dan K2O dalam masing-masing senyawa pupuk berturut-turut adalah: 100/46 x 1,0 Kg N= 2,17kg Urea (atau 4,76 kg ZA), 100/32 x 1,5 kg P2O5 = 4,69kg SP36 (atau 3,33 kg TSP), dan 100/60 x 2,0 kg K2O = 3,33 kg KCl/MOP. Selamat mencoba!
*) Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan P. Siantar
Comments
Post a Comment